Cari

Minggu, 30 Januari 2011

Kerajaan Mekongga

Latar belakang berdirinya kerajaan mekongga di daratan sulawesi tenggara ada suatu tradisi atau cerita rakyat yang pernah berkembang di daerah kolaka yang pada saat sebelum berdirinya kerajaan mekongga disebut wonua sorume (negeri anggrek), karena wilayahnya banyak ditumbuhi bermacam-macam anggrek pada zaman itu. Di mana anggrek (sorume) sangat dibutuhkan oleh masyarakat mekongga, sehingga daerah ini disebut wonua sorume (negeri anggrek). Wonua sorume merupakan daerah yang sangat subur, sehingga itulaj sebabnya pada saat penduduk pertama tiba di daerah ini yang berasal dari utara yaitu daerah pedalaman sekitar danai matano dan mahalona melalui daerah mori dan bungku kemudian bergerak ke bagian selatan danau towuti terus menuju ke arah selatan dan akhirnya bermukim di hulu sungai konaweeha.

Disana mereka bermukim untuk sementara waktu dan tempat bermukim mereka itu disebut andolaki yang artinya tempat tinggal orang/suku tolaki. Dari tempat itulah mereka terbagi dua serombongan kemudian melanjutkan perjalanan mengikuti sungai besar yaitu sungai konaweeha sambil mendesak penduduk asli yaitu orang-orang moronene, rombongan inilah yang dikenal sebagai suku tolaki konawe atau to konawe. Kemudian serombongan lagi mengikuti lereng pegunungan mekongga, lalu membelok ke arah barat daya menyusuri sungai-sungai kecil hingga tibalah mereka di tempat yang bari mereka namakan wonua sorume, rombongan inilah yang dikenal sebagai suku tolaki mekongga atau to mekongga. Mereka lalu membentuk kelompok masyarakat dan menempati daerah ini. Namun oleh karena keturunan mereka makin lama makin banyak, maka mulailah mereka mencari daerah- daerah baru sebagai tempat permukimannya dan setelah menemukannya, mereka lalu mengolahnya untuk dijadikan daerah peladangan yang disebut mondau. Dan sistem kelompok usaha ladang ini merekan namakan metobu. Arti istilah metobu inilah lahir suatu komunitas kecil yang disebut tobu, yaitu wilayah pemukiman yang sama kedudukannya dengan kampung atau desa. Sehingga dari usaha perladangan inilah sehingga terbentuk beberapa tobu yang dipimpin oleh seorang Toono Motuo (orang tua) yang terdiri dari 7 wilayah toono motuo (Munaser, 1994 : 4), yaitu:

1. Toono motuo puuehu (wundulako)
2. Toono motuo tikonu
3. Toono motuo puundoho/baula
4. Toono motuo sabilambo
5. Toono motuo laloeha/lalombaa
6. Toono motuo poondui
7. Toono motuo lambo

Ketujuh tobu/toono motuo tersebut diatas adalah merupakan kampung atau tempat tinggal pertama kelompok masyarakat mekongga sebelum terbentuk menjadi sebuah kerajaan.

Dari tradisi yang berkembang pada masyarakat mekongga bahwa saat itu hiduplah seekor burung raksasa yang dinamakan KONGGAAHA. Istilah konggaha berarti elang besar (kongga). Konon cerintany burung elang tersebut besarnya tujuh kasi lipat kerbau putih (kerbau pute). Burung tersebut sangat buas, karena disamping memakan kewan seperti kerbau, juga memangsa manusia. Dari cerita inilah dinamakan kerjaan mekongga, karena daerah ini merupakan tempat terbunuhnya burung kongga tersebut. Mekongga mempunyai arti dalam bahasa tolaki, sbb:

- Kata ‘Me’ : berarti melakukan suatu kegiatan
- Sedangkan ‘Kongga’ : nama burung (elang)

Jadi mekongga berarti melakukan kegiatan membunuh burung elang/ kegiatan memburu elang besar (kongga owose). Bahkan sampai sekarang di daerah kecamatan Wundulako ada sebuah desa dan sungai diberi nama sungai Lamekongga. Semua pernghuni dari ketuju tobu/toonomotuo tersebut merasa terancam dan selalu dicekam rasa takut. Telah banyak cara yang dilakukan untuk membunuh burung kongga tersebut, namun selalu sia-sia.

Bersamaan dengan itu pada awal abad ke –X, disuatu bukit yang bernama bukit kolumba yang terletak di desa Balandete sekarang, telah turun seorang laki-laki dan perempuan kakak-beradik. Mereka mengendari sarung besar (toloa mbekadu) atau sawuuha yang turunnya bersamaan dengan berhembusnya angin yang sangat kuat. Mereka adalah larumpalangi dan wekoila yang kelak menjadi anakiano wonua (bangsawan yang memimpin negeri). Masyarakat tolaki percaya bahwa mereka berdua adalah merupakan titisan dewata yang agung, sehingga mereka dianggap sebagai dewa.

Kedatangan mereka berdua sangat cepat diketahui oleh para toonomotuo sehingga ketujuh pemimpin tobu tersebut bersepakan dan mengadakan musyawarah untuk menemui larumpalangi dan menceritakan tentang kebuasan burung elang besar (konggaaha) yang sangat meresahkan mereka selama puluhan tahun.

Permohonan ke tuhjuh toonomotuo tetrsebut diterima baik oleh larumpalangi dan dilaksanakan pembunuhan konggaaha, denga kesepakan bahwa:
1. Setiap masyarakat penghuni tobu menyadiakan bambu runcing (o sungga)
2. Disiapkan seorang manusia sebagai umpan
3. Sebuah pohon ditatah dahannya sebagai tempat larumpalangi berdiri
4. Disiapkan gong, lesung dan alat bunyi-bunyian lainnya yang akan dipukul untuk menarik perhatian burung konggaaha
5. Perempuan dan anak-anak mencari perlindungan sedangkan laki-laki dewasa harus siap dengan segala peralatan (Munaser, 1994:6).

Berkat strategi dan taktik yang dilakukan larumpalangi, maka burung konggaaha tersebut dapat dibunuh. Maka dengan terbunuhnya konggaja, maka bersepakatlah ketujuh toonomotuo penghulu tobu untuk mengangkat larumpalangi menjadi pemimpin mereka dan selanjutnya dikukuhkan menjadi raja pertama di mekongga dan bergelar sangia larumpalangi. Dan ketujuh daerah toonomotuo tersebut kelak menjadi daerah istimewa dan mempunyai hak untuk turut serta dalam memusyawarakan pemilihan dan pelantikan raja. Sejak saat itulah terbentuknya suatu kerjaan di daratan sulawesi tenggara yang bernama wonua sorume yang kemudian menjadi kerjaan mekongga. Pemberian nama kerjaan mekongga adalah untuk mengingat suatu peristiwa yang sangat bersejarah pada masyarakat tolaki di kolaka.

Pada saat musyawarah untuk mengangkat larumpalangi sebagai raja di kerjaan mekongga dilakukan kesepakatan antara para toonomotuo dengan larumpalangi. Adapun kesepakatan tersebut adalah sbb:
1. Wilayah-wilayah yang terpisah-terpisah hendaklah menjadi satu kesatuan yang kokoh dan bulat.
2. Orang banyak hendaklah selalu bersatu dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpecah belah seperti sebelumnya.
3. Bahwa ia sebagai pemimpin orang banyak, iepo nomosele kaeno keno onggo mongga; arinya barulah tangannya basah kalau ia hendak makan, maksudnya bahwa urusan-urusan pemerintahan baru disodorkan kepadanya kalau telah dimatangkan oleh orang banyak, tugasnya bahwa segala sesuatu hendaklah atas kehendak orang banyak barulah ia akan melaksanakannya.
4. Pengangkatannya sebagai pemimpin adalah atas kehendak orang banyak, bukan karena kekerasan.

Bahwasannya persatuan orang banyak merupakan suatu kesatuan daerah (wonua) yang mempunyai wilayah tertentu yang diberi nama wonua atau lipu (mekongga) demi untuk memperingati peristiwa pembunuhan konggaowose (Dokumenta, 1967).
Dengan menggunakan nama mekongga sebagai nama negeri kekuasaannya, diharapkan kelak generasi berikutnya akan selalu mengingat bahwa daerah yang perna terpecah belah karena adanya wilayah yang dikuasai oleh para toono sudah bersatu menjadi satu kesatuan.

Walaupun larumpalangi keturunan to manurung, namun beliau telah membawa rakyatnya hidup aman dan makmur selama beberapa waktu lamanya, yang kemudian digantikan oleh tomanuru-tomauru lainnya. Berapa lama mereka memerintah tidak diketahui dengan pasti sebab tidak ada data maupun petunjuk sebagai bukti.
Oleh karena kerajaan mekongga terletak dipedalaman jauh dari pesisir pantai, maka masyarakatnya menggantungkan hidupya dari pertanian dengan cara Mondaui. Hal ini disadari oleh larumpalangi sehingga disuruhlah saudaranya yang bernama Wasasi Wasabenggali dari kerjaan Luwu untuk mengajarkan cara-cara bertani yang baik guna memperoleh hasil yang banyak demi kemakmuran rakyatnya.

Pusat pemerintahan kerjaan mekongga pada mulanya berpusat di Kolumba, Ulu Balandete kurang lebih 6 Km dari kolaka sekarang. Pusat kerjaan kemudian berpindah ke Puehu yakni daerah Wundulako sekarang.

Pada postingan selanjutnya akan dibahas lagi mengenai struktur pemerintahan dan perkembangan kerajaan mekongga sampai tenggelamnya...

Sumber:
Aswati. 2010. Sejarah Lokal Sultra (daerah kendari dan kolaka). Hand out Prodi Sejarah FKIP Unhalu Kendari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar