Cari

Minggu, 30 Januari 2011

Metode Sejarah Menurut Nugroho Notosusanto

Perlu disini saya perkenalkan tentang metode sejarah, karena merupakan alat yang digunakan oleh sejarawan untuk menyusun sejarah. Karena banyak yang menganggap remeh dan menganggap mudah menulis sejarah. Tentunya bagi mereka yang disebut dengan Sejarawan “Amatiran” yaitu seorang yang mengetahui dan menulis sebuah kisah sejarah tetapi tidak dengan bekal pengetahuan dasar mengenai Ilmu Sejarah itu sendiri sehingga karya tulisannya lebih mengarah kepada cerita narasi dan tidak didukung oleh fakta-fakta sejarah, bahkan yang lebih ekstrim lagi saya katakan sebagai sebuah Dongeng/Legenda sehingga pembaca tidak tertarik/bosan membacanya.
Adapula yang dikatakan sebagai “peminat sejarah”, peminat sejarah yaitu seseorang yang memiliki disiplin ilmu lain (bukan ilmu sejarah) misalnya ilmu-ilmu sosial, tetapi mereka menulis juga sejarah. Tentunya akan berbeda hasil karya sejarahnya, karena metodologi yang digunakannya bukan metodologi sejarah melainkan metode-metode ilmu sosial.
Ada dua definisi yang di ajukan oleh Nugroho Notosusanto yang dua-duanya sama kuatnya. Satunya menyatakan bahwa metode sejarah adalah sekumpulan prinsip atau aturan. Yang kedua metode sejarah ialah suatu proses. Jadi agak berlainan: yang satu prinsip-prinsip, yang lain proses. Tetapi sesungguhnya, masing-masing bisa dianggap dua-duanya.
Definisi pertama ialah:
“Historical method is a systematic body of principles and rules designed to aid effectively in gathering the source-materials of history, appraising them critically, and presenting a synthesis (generally in written form) of the result achieved”
”Metode sejarah ialah sekumpulan prinsip dan aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sistese daripada hasil-hasilnya (biasanya dalam bentuk tertulis).”
Definisi yang lain ialah:
“The process of critically examining and analysing the records and survivals of the past is here called historical method.”
Disini prosesnya yang ditekankan, tetapi isinya sama. Jadi metode sejarah adalah sarana sejarawan untuk melaksanakan penelitian dan penulisan sejarah.
Proses metode sejarah ada 4 tahapnya. Pertama ialah heuristik. Heuristik ini dari bahasa Yunani heuriskein artinya: to find. To find berarti tidak hanya “menemukan”, tetapi “mencari dahulu baru menemukan”. Kalau dalam bahasa indonesia, menemukan itu hanyalah: “Nah ini saya menemukan”. Tetapi kalau to find artinya ialah: mencari dahulu baru menemukan; itulah artinya heuriskein. Heuristik ialah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber.
Setelah sumber-sumber ketemu, maka sumber-sumber itu diuji dengan kritik. Kritik ini ada dua macam, kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern ini menyangkut dokumen-dokumennya. Kalau ada dokumen, misalnya, kita teliti apakah dokumen itu memang yang kita kehendaki atau tidak, apakah palsu atau sejati, apakah utuh ataukah sudah diubah sebagian-sebagian. Ini kritik ekstern. Kalau kita sudah puas mengenai suatu dokumen, artinya kita sudah yakin bahwa memang dokumen itulah yang kita kehendaki, baru kita menilai isinya, dan menilai isinya ini dilakukan dengan kritik intetrn.
Tujuan kritik seluruhnya ialah untuk menyeleksi data menjadi fakta. Di kalangan masyarakat luas, biasanya datadan fakta dicampur-adukan. Tetapi sesungguhnya ada bedaya. Data ialah semua bahan fakta ialah bahan yang sudah lulus diuji dengan kritik. Itu baru fakta. Jadi fakta itu sudah terkoreksi. Setelah kita memperoleh sejumlah fakta yang cukup, maka kita harus melakukan usaha merangkaikan fakta-fakta itu menjadi sesuatu keseluruhan yang masuk akal.
Ini dilakukan dalam tahap ketiga metode sejarah, yaitu tahap interpretasi, tahap penafsiran. Setelah penafsirannya maka kita kemudian sampai pada tahap akhir, yaitu historiografi yaitu penulisan sejarah (berasal dari graphein dalam bahasa Yunani). Tujuan kegiatan di sini ialah untuk merangkaikan kata-kata menjadi kisah sejarah. Sebab bagaimanapun sejarah itu merupakan suatu kisah yang kita baca. Sehingga bahan-bahan mentah itu belum merupakan suatu sejarah, belum merupakan suatu kisah sejarah.
Sumber:
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (suatu pengalaman). Jakarta: Yayasan Idayu. Hlm. 10-12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar